Rabu, 11 Februari 2015

WISATA BUDAYA- Rumah Adat Karampuang

SEJARAH KARAMPUANG

Karampuang adalah nama sebuah kampung yang terletak sekitar 31 km arah barat Ibu Kota Kabupaten Sinjai yang memiliki sejarah panjang serta beberapa keunikan yang disandangnya. Segala keunikan itu lahir bersama dengan sejarahnya. Kehadiran Karampuang ini berawal dari adanya suatu peristiwa besar yakni dengan munculnya seseorang yang tak dikenal, dan dikenal sebagai To Manurung. To Manurung ini muncul di atas sebuah bukit yang saat ini dikenal dengan nama Batu Lappa. Dalam Lontara Karampuang dikisahkan bahwa asal mula adanya daratan di Sinjai, berawal di Karampuang. Dahulu daerah ini adalah merupakan wilayah lautan sehingga yang muncul laiknya tempurung yang tersembul di atas permukaan air. Di puncak Cimbolo inilah muncul To Manurung yang akhirnya digelar Manurung KarampuluE (seseorang yang karena kehadirannya menjadikan bulu kuduk warga berdiri). Kata KarampuluE tadi akhirnya berubah menjadi Karampuang.

Penamaan selanjutnya adalah perpaduan antara karaeng dan puang akibat dijadikannya lokasi itu sebagai pertemuan antara orang-orang Gowa yang bergelar karaeng dan orang-orang Bone yang bergelar puang. Setelah Manurung KarampuluE diangkat oleh warga untuk menjadi raja, maka dia memimpin warga untuk membuka lahan-lahan baru. Tak lama kemudian dia mengumpulkan warganya dan berpesan, eloka tuo, tea mate, eloka madeceng, tea maja; ungkapan ini adalah suatu pesan yang mengisyaratkan kepada warga pendukungnya untuk tetap melestarikan segala tradisinya. Setelah berpesan maka dia tiba-tiba lenyap. Tak lama kemudian terjadi lagi peristiwa besar yakni dengan hadirnya tujuh to manurung baru yang awalnya muncul cahaya terang di atas busa-busa air. Setelah warga mendatangi busa- busa itu, maka telah muncul tujuh to manurung tadi dan diangkat sebagai pemimpin baru. Pemimpin yang diangkat adalah seorang perempuan sedangkan saudara laki-lakinya diperintahkan untuk menjadi raja di tempat lain dan menjadi to manurung-to manurung baru. Dalam lontara dikatakan,”lao cimbolona, monro capengna”. Pada saat melepaskan saudara-saudaranya, dia berpesan,”nonnono makkale , lembang, numapolo kualinrugai, numatanre kuaccinaungi, makkelo kuakkelori, ualai lisu.” (Turunlah ke daratan datar, namun kebesaranmu kelak harus mampu melindungi Karampuang, raihlah kehormatan namun kehormatan itu kelak turut menaungi leluhurmu. Meskipun demikian segala kehendakmu adalah atas kehendakku juga, kalau tidak, maka kebesaranmu akan aku ambil kembali).

Akhirnya mereka menjadi raja di Ellang Mangenre, Bonglangi, Bontona Barua, Carimba, Lante Amuru dan Tassese. Dalam perjalanannya, masing-masing diamanahkan untuk membentuk dua gella. Dengan demikian maka terciptalah 12 gella baru yakni Bulu, Biccu, Salohe, Tanete, Maroanging, Anakarung, Munte, Siung, Sulewatang bulo, Sulewatang salohe, Satengnga, Pangepena Satengna. Setelah saudaranya telah menjadi raja, saudara tertuanya yang tinggal di Karampuang pun lenyap dan meninggalkan sebuah benda. Kelak benda inilah yang dijadikan sebagai arajang dan sampai saat ini disimpan di rumah adat. Sedangkan untuk menghormati to manurung tertua ini, maka rumah adatnya, semuanya dilambangkan dengan simbol perempuan. 

Struktur Lembaga Adat Karampuang
Sebagai suatu komunitas tradisional, tentunya kehadiran pemimpin sangat dibutuhkan sebagai tokoh yang mampu mengayomi warganya dalam melaksanakan aktivitasnya. Dalam tradisi Karampuang, kepemimpinan diserahkan kepada empat tokoh adat dengan peran yang berbeda-beda. Keempatnya adalah Arung, Ade, Sanro dan Guru. Arung, Ade dan Guru harus dijabat oleh laki- laki, sedangkan Sanro haruslah dijabat oleh perempuan. Keempatnya digambarkan dengan api tettong arung, tana tudang ade, anging rekko sanro serta wae suju guru (empat unsur kehidupan yakni api, tanah, udara dan air). Perpaduan keempat tokoh ini digambarkan sebagai Eppa alliri tetteppona hanuae. Dalam menjalankan aktivitasnya mereka harus tetap kompak dan memutuskan segala persoalan atas kesepakatan bersama. Selain itu, segala keputusan yang telah ditetapkan harus dijaga dan tidak dibolehkan untuk mengubahnya lagi dan diungkapkan dengan kata teppu batu tenrilesang. Akhirnya dipertegas lagi dengan kata-kata de’na lura bicara. Karena posisinya sebagai ade eppa, maka mereka bahu membahu mempertahankan segala tradisi leluhur yang merupakan warisan sekaligus amanah dari To Manurung.

Namun demikian, sebagai anggota masyarakat dan merupakan bagian dari orang banyak, mereka sekaligus menduduki jabatan yakni sebagai tomatoa, gella, sanro, dan guru. Bagi pengangkat adat, telah digariskan bahwa tomatoa, gella, guru harus dijabat oleh laki-laki sedangkan sanro haruslah perempuan. Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai pemimpin masyarakat, maka keempatnya mempunyai pendamping atau pembantu yang disebut dengan bali tudangeng. Arung dalam menjalankan fungsinya sebagai to matoa didampingi oleh seorang ana malolo, yakni sebagai pabbicara dan juga merupakan putra mahkota atau pattola. Kedudukan sebagai pattola ini bukanlah mutlak untuk menjadi pengganti dari arung, tetapi hanya sebagai juru bicara dari arung. Ana malolo tadi tidak mutlak anak dari arung. Tokoh adat lainnya adalah gella. Dalam menjalankan tugasnya, gella dibantu pula oleh seorang ana malolo yang fungsinya sebagai pabbicara. Selain itu, masih dibantu lagi oleh beberapa orang sebagai suro dan pabbilang, yakni ahli dalam bidang- bidang tertentu. Sedangkan sanro dibantu oleh pinati, pappajo, paggenrang dll. Sedangkan guru dibantu oleh katte, bilala dan doja. Selain fungsi sosial, keempatnya diikat lagi oleh fungsi religi yang diungkapkan dengan Mappogau Hanuai Arungnge, Mabbissa Lompoi Gellae, Makkaharui Sanroe, Mattula balai gurue. Dengan demikian, maka keempatnya menjadi pemimpin lagi dalam urusan-urusan ritual. Sebagai contoh pada pelaksanaan pesta adat mappogau hanua, yang menjadi penanggung jawab adalah arung, upacara memulai tanam dan panen dipimpin oleh gella. Upacara-upacara adat kecil seperti mappalesso ase, mabbali sumange dipimpin oleh sanro. Sedangkan maulu dan miraje dipimpin oleh guru.

Mappugau Hanua
Untuk memudahkan menjalankan aktivitasnya, tersedia dua rumah adat yang berfungsi sebagai istana, yaitu to matoa dan sanro harus menempati rumah adat. To matoa dan gella menempati rumah adat gella. Guru dan ana malolo juga mempunyai kamar tersendiri dirumah adat. Hal yang menarik adalah kepemimpinan tradisisonal ini adalah karena apabila salah seorang dari mereka meninggal dunia maka dia tidak boleh dimakamkan sebelum ada penggantinya dan diterima oleh warga atau diungkapkan dengan, engkapa nasappei bajunna atau nanti setelah ada pengganti yang akan mengenakan baju kebesarannya. Dalam menunjuk calon pengganti dari yang meninggal, telah digariskan dengan tegas oleh adat bahwa penggantinya tidak mutlak anak dari tokoh adat yang meninggal, walaupun sangat diharapkan oleh warga dengan ungkapan, teppa raungna ajukkajue, tapi berdasarkan kriteria dan syarat-syarat tertentu, maka keinginan itu bisa saja menjadi lain. Syarat untuk dipilih menjadi pengganti antara lain: mabbali pangngara (telah menikah), deggaga salanna (tidak pernah membuat kesalahan yang merugikan), de’na makkara-kara (tidak sedang berperkara), maummuru (sekitar 35 tahun), paisseng ri adena (paham dengan adat), paisseng ri gau (memahami norma-norma), nacoe (berwibawa) dan mappalece (membujuk). 

Dalam ketentuan adat telah digariskan bahwa apabila arung yang meninggal, maka yang menentukan calon berdasarkan kriteria dan ketentuan adat di atas adalah gella sebagai orang yang paling dekat dengan rakyat. Sedangkan apabila gella yang meninggal, maka yang mencari pengganti adalah arung. Hal ini diungkapkan dengan, arung mate, gella mpaluki, gella mate arung mpalui, keduanya disebut dengan, mate sibalu, siengka siaddenareng. Tetapi, kalau sanro atau guru yang meninggal maka yang mencari penggantinya adalah arung dan gella. Namun demikian, apabila ada calon yang telah ditetapkan, maka harus oleh warga pendukungnya. Selanjutnya sang mayat barulah dimakamkan setelah baju kebesarannya telah dipasangkan kepada pengganti yang baru.(EZR)

Minggu, 25 Januari 2015

MINAS ( Minuman Khas Sinjai )

Sinjai bukan hanya alam dan olahan lautnya, tapi bicara Sinjai maka orang akan ingat minas, minuman khas Sinjai. Sepintas minuman ini memang mirip dengan minuman penambah energi yang dijual di pasaran, warnanya kuning terang dengan tekstur yang agak kental. Minas memang minuman penambah energi. Bahan utamanya adalah tape singkong yang dicampur madu, susu dan telur bebek.  Namun, meski dicampur telur bebek minuman ini sama sekali tidak beraroma anyir seperti lazimnya aroma telur. Aroma tape singkong memang terasa, tapi tidak terlalu menyengat karena bercampur dengan aroma susu yang lebih dominan. Meski semua orang tahu bahan dasarnya tapi ternyata tetap ada resep rahasia yang disembunyikan oleh pembuatnya.
 
Karena bahan utamanya adalah fermentasi maka minuman ini tidak tahan lama, katanya kalau ditaruh di freezer maka maksimal bisa tahan selama seminggu, kalau hanya di kulkas biasa maka maksimal hanya tahan 3 atau 5 hari. Kalau sama sekali tidak dimasukkan dalam pendingin maka tentu daya tahannya lebih rendah lagi. Minas juga sangat tidak disarankan untuk dibawa keluar kota Sinjai tanpa ditaruh di cooler atau pendingin khusus. Minas yang dikemas dalam botol air mineral ukuran sedang ini bisa meledak sendiri karena tidak tahan panas.

Menikmati minas memang paling pas sehabis menyantap ragam olahan laut, apalagi di malam hari selepas beraktifitas atau berjalan jauh. Minuman berwarna kuning ini jadi salah satu kekayaan kuliner Sinjai yang khas dan pantas untuk dicoba jika menginjakkan kaki di kota ini. 
 
Satu lagi, minas hanya ditemukan di Kota Sinjai saja dan cukup jarang ditemukan, di kota-kota lain tidak tersedia.

Wisata Pantai Karampuang Kabupaten Sinjai

Mungkin tidaklah banyak obyek wisata pantai yang benar-benar berpadu dengan alam. Tapi hal itu bisa anda temukan di Pantai Karampuang, yang terletak di Desa Pattongko, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan. pantai ini menyimpan panorama alam yang indah dan memukau. Suguhan keindahan ini pun terpampang sepanjang pantai yang sekira 1,5 kilometer. Mengunjungi tempat ini juga bukan hal menyulitkan. Karena akses jalan sudah cukup baik.



 
Disini, pengunjung dapat bersantai atau melepas kepenatan di bawah jejeran pohon nyiur yang ada di tepi pantai sambil menatap jauh ke lautan, sungguh memberikan pengalaman baru yang tidak akan terlupakan. Berjalan menyusuri pantai atau sekadar bercengkarama dengan keluarga atau teman dalam hempasan angin segar berpadu keindahan pantai adalah jaminannya.


Selain itu, duduk di tepi pantai Karampuang sambil melempar pandangan ke laut akan menghadirkan sebuah pemandangan yang sungguh mengasyikkan. Iya, apalagi di tempat ini, gugusan pulau Sembilan terlihat sangat jelas di sana. Deretan beberapa pulau ditengah lautan tersebut, membuat pengunjung terkadang lupa untuk mengalihkan pandangan sejenak. Makanya tak sedikit pengunjung memilih mengabadikan pulau diseberang itu dengan kamera digital atau kamera ponsel mereka.


Memberi nuansa keindahan pada sisi alam, baik dari yang terjangkau dengan fisik maupun yang terjangkau dengan angan. Apalagi, pulau Sembilan seakan menari-nari di tengah lautan yang seakan melambaikan tangannya dan menyapa kepada pengunjung obyek wisata pantai ini. Seperti itulah kelebihan yang dimiliki pantai Karampuang.


Meski demikian, namun obyek wisata pantai Karampuang ini belum populer atau belum diketahui masyarakat luas. Tetapi setidaknya, pantai ini sudah mulai ramai dikunjungi oleh pencinta wisata pantai. Baik warga setempat, maupun warga dari kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan. Dan waktu paling ramai yakni, pada akhir pekan dan hari libur nasional. 


Wisata Pantai Ujung Kupang Sinjai

Kabupaten Sinjai memiliki objek wisata yang memukau dengan objek wisata tiga dimensinya, mulai pesisir pantai, daratan, hingga dataran tinggi. Untuk objek wisata pesisir pantai, nama Ujung Kupang sudah tidak asing lagi bagi warga Sinjai. Bahkan pantai tersebut, menjadi salah satu rute wisata bahari andalan di bagian selatan Provinsi Sulsel.



Ujung Kupang menjadi tujuan wisata alternatif warga Sinjai untuk melepas kepenatan. Setiap akhir pekan terutama hari Sabtu atau Minggu dan hari libur lainnya, lokasi itu dipadati pengunjung. Para pengunjung pun datang dengan berbagai alasan, ada yang ingin menikmati keelokan pantai serta panorama alam di sekitarnya, atau sekedar melepas penat, usai beraktifitas selama sepekan.

Tak butuh waktu yang lama menuju ke objek wisata pantai itu. Hanya sekira 30 menit dan berjarak kurang lebih 15 Kilometer sebelah Timur Ibu kota kabupaten Sinjai.  Pantai Ujung Kupang sendiri,terletak di Desa Sanjai, Kecamatan Sinjai Timur.  Untuk menikmati suguhan keindahan alam wisata bahari itu, tak perlu mengeluarkan biaya yang mahal, pengunjung hanya membayar retribusi masuk sebesar Rp 2000 untuk kendaraan sepeda motor dan  Rp 5.000 untuk mobil. 

Saat berada di objek wisata itu, pengunjung pun disuguhkan pemandangan alam yang eksotis nan memikat. Deretan pohon kelapa dan pohon lainnya yang berada di bibir pantai menjadi daya pikat tersendiri. Selain itu, hamparan pasir halus dan hembusan angin pantai yang sejuk membuat pengunjung merasakan suasana berbeda. Berbagai pemandangan panorama alam maupun aktivitas nelayan yang sedang melaut atau yang menambatkan perahunya di sepanjang bibir pantai, menjadi aktivitas tersendiri di pantai ini. Kesan alami inilah yang jarang ditemukan di objek wisata lainnya.

Pengunjung pun dapat menikmati keindahan panorama pantai dengan menggelar tikar di bawah pepohonan. Dan saat air pasang, banyak pengunjung yang memanfaatkan untuk bermain bola pantai, atau sekadar menelusuri bibir pantai sembari mengabadikan dirinya dengan pemandangan sekitar pantai menggunakan kamera. Apa lagi saat matahari terbit (sunrise) dan terbenam (sunset), serasa berada di Pantai Kutai, Bali. Tak kalah menariknya, gugusan Pulau Sembilan tampak jelas terlihat dari Pantai ini.

Pantai Ujung Kupang punya daya tarik tersendiri,jika dibandingkan wisata bahari lainnya. Selain keindahan panorama alamnya yang eksotik,pengunjung dapat menikmati refleksi kesehatan. Pasalnya, bebatuan yang berada di bibir pantai dapat dijadikan sebagai refleksi telapak kaki.

Saat air pasang, hamparan  bebatuan akan tampak di sekitar bibir pantai. Batu yang sudah terkikis air laut itu, membentuk pola tonjolan yang tak beraturan. Para pengunjung pun memanfaatkan batu dengan pola yang tak beraturan tersebut sebagai tempat refleksi, dengan berjalan tanpa menggunakan alas kaki  di atas hamparan batu. Mereka akan merasakan sensasi kesegaran, saat bebatuan tersebut menekan titik refleksi di kaki.

Keelokan Pantai Ujung Kupang menjadi daya tarik wisatawan untuk bertandang. Namun, disayangkan jika daya tarik itu tidak dibarengi dengan sarana penunjang bagi pengunjung. Hal itu terlihat tidak adanya tempat peristirahatan permanen atau gazebo dilokasi tersebut. Tak hanya itu, ruang ganti bagi pengunjung yang usai berendam di pantai, belum juga tersedia. 

Dikutip dari karebaonline.blogspot.com, Kepala Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sinjai, M Yassin Amin tidak menampik minimnya fasilitas di objek wisata bahari itu. Hal itu disebabkan, karena pengelolaan objek wisata itu, masih dikelola swadaya oleh masyarakat sekitar. Sehingga, sebagai langkah kedepannya, Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Sinjai akan membebaskan tanah milik masyarakat sekitar. "Secara bertahap melakukan pembenahan fasilitas penunjang bagi para pengunjung". dan untuk pengembangannya, nantinya, di Pantai Ujung Kupang akan dibangun sejumlah fasilitas penunjang bagi pengunjung, "Saat ini, kami terkendala pada pembebasan lahan warga disekitar objek wisata itu, jika pembebasan tanahnya  sudah rampung. Sesuai perencanaan,tahun depan di kawasan itu akan dibangun kolam renang air tawar, itu menjadi alternatif pengunjung yang enggan untuk berendam di pantai. Selain itu, gasebo serta ruang ganti pakaian akan dibangunkan di lokasi tersebut,"janjinya.

Jumat, 23 Januari 2015

Wisata Kuliner TPI Lappa Sinjai

Berwisata di kabupaten Sinjai sangat tidak lengkap jika kita tidak mengunjungi TPI Lappa, yang merupakan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Kabupaten Sinjai. TPI Lappa Terletak di desa Lappa Kecamatan Sinjai Utara 4 km dari ibu kota Sinjai. Aktifitas akan berbeda di TPI ketika malam hari, kesibukan dari para Nelayan dan penjual ikan akan terlihat pada malam hari, sangat berbeda dengan TPI di tempat lain.

Yang uniknya lagi di kawasan TPI terdapat banyak rumah-rumah makan yang pelanggan tidak membeli ikan di rumah-rumah makan tersebut tetapi langsung memilih ikan-ikan segar yang baru saja turun dari kapal dan dijajakan oleh para penjual. Ikan-ikan yang dijual pun sangat beragam mulai ikan yang murah hingga ikan-ikan mahal seperti Napoleon.
1366543399184729749

 
Ikan-ikan segar yang kita pilih selanjutnya bisa kita bawa ke rumah-rumah makan untuk diolah dan kita tinggal duduk manis menunggu sajian datang. 



Proses seperti ini yang membuat TPI Lappa terkenal selain itu, proses pelelangan ikan yang dilakukan Nelayan berlangsung pada jam-jam 9 malam. Para penawar yang datang bukan hanya dari Kabupaten Sinjai saja tetapi terdapat di beberapa daerah di luar Sinjai, seperti Pangkep, barru, bone, soppeng, bahkan ada dari Luar Sulawesi.


Jadi bagi anda yang berkunjung ke Kabupaten Sinjai, maka Anda harus mencoba Wisata kuliner yang satu ini.

Keindahan Wisata Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai



Pulau Sembilan merupakan nama untuk kawasan yang terdiri dari 9 Pulau yang berada di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Indonesia. Setiap pulau di kawasan ini sebenarnya memiliki nama masing-masing yaitu: Pulau Burungloe, Pulau Liang liang, Pulau Kambuno, Pulau Kodingare, Pulau Batanglampe, Pulau Katingdoang, Pulau Kanalo 1, Pulau Kanalo 2 dan Pulau Larearea.

Sebenarnya di kawasan pulau Sembilan ada 10 Pulau namun entah kenapa Pulau itu tidak masuk dalam daftar kecamatan Pulau 9. Pulau yang oleh masyarakat Pulau 9 diberi nama Pulau Lafoifoi merupakan Pulau yang unik karena pulau kecil dengan pasir yang indah itu hanya terdapat batu karang dan satu pohon. Dari 9 Pulau yang ada di Pulau Sembilan hanya 1 Pulau yang tidak berpenghuni.
Selama berkeliling di Pulau Sembilan anda akan menjumpai tempat budidaya ikan kerapu, rumput laut dan kapal-kapal nelayan yang parkir di tengah laut selain itu anda juga bisa menikmati keindahan bawah laut Pulau Sembilan dengan snorkeling dan menyelam (di Pulau Sembilan tidak ada tempat penyewaan alat Snorkeling dan alat selam).

Pulau Burungloe

Pulau Burungloe 
Pulau Burungloe merupakan pulau tertinggi diantara pulau yang lain, Pulau ini bahkan bisa terlihat saat kita memasuki Kabupaten Sinjai dari arah Kabupaten Bulukumba. Di Pulau Burungloe terdapat sumur air tawar yang sangat unik karena saat air pasang sumur itu terendam oleh air laut namun saat air surut, air di sumur itu tetap terasa tawar.

Pulau Kambuno

Pulau Kambuno 
Pulau Kambuno adalah kota kecamatan dari Pulau Sembilan, di Pulau ini terdapat kantor kecamatan dan kantor polisi selain itu di Pulau ini juga terdapat Tower untuk jaringan telekomunikasi, jadi anda tidak perlu khawatir tentang sinyal handphone saat berada di Pulau Sembilan.

Pulau Kanalo 1 dan Pulau Kanalo 2

Pulau Kanalo 1

Pulau Pulau Kanalo 1 dan Pulau Kanalo 2 dihubungkan oleh sebuah jembatan yang sangat panjang, di jembatan itu anda bisa menyaksikan pemandangan yang sangat indah. 

Pulau Kanalo 2

Pulau Larearea

Pulau Larearea 
Pulau Larearea satu-satunya pulau yang tidak berpenghuni di kawasan Pulau Sembilan, anda bisa menikmati desiran ombak serta melihat semua Pulau di kawasan Pulau Sembilan dari Pulau Larearea. Pulau ini memang menjadi tujuan wisata masyarakat sekitar saat menjelang Puasa dan Setelah Lebaran.

Akomodasi

Jarak ke Pulau Sembilan dari Pelabuhan Lappa di Kota Sinja sekitar 9 Mil yang dapat ditempuh menggunakan perahu motor selama 1 jam atau speed boat dengan waktu lebih singkat yaitu 20 menit. Biaya sewa (untuk keliling Pulau Sembilan) perahu motor sekitar 300 ribu rupiah dan 500 ribu rupiah untuk speed boat. Khusus di hari raya (seperti Idul Fitri dan Idul Adha) biaya sewa perahu motor dan Speed Boat akan naik menjadi 500-700 ribu rupiah, itupun jika anda bisa menemukan perahu motor yang beroperasi.
Di kawasan Pulau Sembilan belum ada resort atau penginapan, jika anda ingin mengelilingi semua pulau yang ada di Pulau Sembilan sebelum matahari terbenam sebaiknya anda berangkat di pagi hari.

Sumber : http://www.artikelwisata.com/wisata-pulau-sembilan-di-kabupaten-sinjai.html

Keindahan Taman Purbakala Batu Pake Gojeng


Gojeng ini merupakan acuan bagi pemerintah Kabupaten Sinjai yang dijadikan sebagai taman wisata alam dan budaya dimana secara geomorfologi ketinggian wilayah dan sekitarnya secara umum adalah 59 sampai 96 meter diatas permukaan laut. Di atas bukit tersebut terdapat situs Batu Pake Gojeng yang dikenal dengan kuburan batu yang memiliki ketinggian dari permukaan laut adalah 59 mdpl, 40 m diatas Kota Sinjai. Lokasi wilayah keberadaan obyek daya tarik wisata ini terletak di kelurahan Biringere Kecamatan Sinjai Utara, sekitar 2 km dari pusat kota Sinjai. Batu Pake Gojeng dalam defenisi dikatakan Batu Pake adalah batu yang telah di pahat dan Gojeng adalah nama wilayah tersebut. Versi lain mengatakan bahwa Batu Pake adalah batu bertuah bagi masyarakat setempat.

Puncak Taman Purbakala Batu Pake Gojeng yang juga merupakan Benteng pengintaian dan markas pertahanan Jepang dengan kemudahan mengawasi kapal laut yang melintasi Teluk Bone maupun pesawat terbang sekutu. Memiliki panorama alam Kabupaten Sinjai, memandang jauh deretan Pulau Sembilan dengan jejer rimbunan hutan bakau Tongke-tongke, serta laut yang biru menghampar diatas terumbu karang Larea-rea. Kompilasi alam yang membuat para pelesiran tertarik untuk mengadakan perjalanan wisata sekaligus sebagai wisata konveksi dan budaya arkeologi dimana memiliki nilai historis tersendiri.
Keunikan dari ketinggian arkeologi dan bentukan alam ini adalah sebuah misteri yang belum terpecahkan. Ketika dilakukan penggalian penyelamatan (Rescue Excavation) pada tahun 1982, dikawasan ini ditemukan berbagai jenis benda cagar budaya (BCB) bergerak seperti keramik dan pecahan-pecahannya, tembikar sejumlah kecil fragment keramik blue underglass serta gigi buvidae, yang diperkirakan dari zaman Dinasty Ming, fosil kayu dan peti mayat. Taman Purbakala memiliki nilai historis tersendiri dimana memiliki tiga tinggalan seperti tinggalan megalitik, artifak, dan ekofak. Tinggalan megalitik  terbukti dengan adanya batu berlubang yang berdiameter sangat variatif yaitu antara 15 cm hingga 70 cm. Meskipun demikian secara umum ukuran diameter lubang berkisar 25 cm, 40 cm, dan 50 cm dengan kedalaman 35-60 cm yang merupakan ukuran dominan secara acak dan tersusun, seperti satu lubang besar yang dikelilingi oleh sejumlah lubang kecil atau sederet lubang kecil diapit oleh dua buah lubang besar, sepasang lubang sejajar dengan ukuran yang sama atau berbeda, dan sebagainya. Tinggalan arkeologi lainnya dengan adanya Menhir-menhir kecil yang berukuran tinggi 12-47 cm, lebar antara 20-23 cm. sedangkan  peninggalan megalitik yang paling utama dengan terdapatnya bongkahan alami yang memiliki ukuran yang bervariasi. Dan tinggalan batu berpahat persegi yang merupakan titik pusat dari variasi batu berpahat lainnya. Salah satu dari batu berlubang persegi (yang terbesar) hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat sekitar situs Batu Pake Gojeng sebagai bekas makam Raja-raja keturunan Raja Batu Pake Gojeng yang pertama. 


Bukti peninggalan arkeologisnya telah dirapikan dibuat dengan jalan setapak sebanyak 120 buah anak tangga menuju bukit dan dijadikan lokasi obyek daya tarik wisata baik alam maupun budaya. Di dalam areal situs berbagai pohon dapat kita jumpai  seperti cemara (casuarinas sp), pohon cenrana yang sudah cukup tua, kalumpang (Stercuilla), kelapa (Cocos Nucivera), Kamboja (Plumera accuminata), Akasia (Casia sp), serta Bougenville (Bougenvillea spectabilis). Dalam mendukung kepariwisataan dilokasi taman ini pemerintah Kabupaten Sinjai dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata telah melengkapi sarana pendukung (Caravanning Sites) seperti renovasi rumah adat Taman Purbakala serta fasilitas lainnya seperti tempat permandian yang telah tua yang diyakini tempat permandian para raja-raja, refreshing kid dengan taman bermain anak-anak seperti ayunan dan luncuran, berbagai species burung yang dikarantinakan dengan variasi kandang seperti burung Rajawali Sumatera dengan kandang besar seluas 6 x 6 m dan tinggi hampir 4 mtr. Sedangkan burung Beo, Nuri Kalimantan, sepasang burung Kutilang, Serta species burung lainnya menempati kandang seukuran 1 x 1,5 mtr dengan tinggi hampir 2 mtr. Gazebo sebagai tempat bercengkrama para pelesiran yang menikmati panorama kota Sinjai dan sekitarnya serta berbagai fasilitas lainnya. Jumlah kunjungan tiap tahun meningkat dan dominan pelesiran dari mancanegara seperti Belanda, Negara-negara Asia Pasifik, serta negara tetangga lainnya seperti Australia. Biasanya dalam kunjungannya disertai konveksi wisata budaya, kunjungan historis, familiarty dan Novelty.

Sumber http://sinjaikab.go.id/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=80:taman-purbakala-batu-pake-gojeng&catid=87&Itemid=476